Sabtu, 12 Februari 2011

Bahaya Lateks

Lateks
Lateks merupakan produk yang dibuat dari bahan karet. Karet dibuat dari getah pohon Hevea brasiliensis yang berasal dari hutan Amazon, Brasil. Lateks merupakan bahan utama beberapa produk seperti sarung tangan, latetr urin, tensimeter,karet spuit, peralatan gig, kondom, berbagai alat umah tangga dan lain-lain.
Getah karet alam (natural rubber latex) merupakan gabungan partikel yang mengandung 35 % cis, 1,4 polysoprene (karet), 55-60 % air, 5 -10% bahan lain (protein, karbohidrat, resin, lipid, kalium, magnesium,seng, mangan, tembaga dan besi). Sebagaian proteinalergen yang terdeteksi di dalam karet alam juga terdeteksi pada produk barang jadi lateks, dalam keadanan terurai atau bergabung dengan protein lain selama pengolahan. Selain menambah alergen, pemrosesan (klorinisasi, enzim pencernaan, pemanasan) juga dapat mengurangi protein alergen menjadi non-alergen. Dalam sarung tangan non-ammoniated di dapat ± 240 polipeptida, hanya 25 % dari peptida tersebut yang bereaksi dengan IgE orang yang alergi terhadap Lateks.
Antigen lateks pada sarung tangan dapat menyebabkan reaksi alergi sistemik melalui paparan langsung pada kulit maupun penyebaran pada udara yang diperkirakan terbawa oleh bedak/talk dalam sarung tangan, menyebabkan rinitis, asma bronkial, reaksi anafilatik.
Getah karet diolah menjadi bahan baku lateks melalui proses :
1.Pengawetan di lapangan. Getah karet yang terkumpul diberi amoniak.
2.Penampungan di tangki, untuk mendapatkan lateks yang homogeny.
3.Pengendapan. Lateks diendapkan 24 jam agar terjadi endapan kompleks fosfor, amoniak dan magnesium.
4.Sentrifugasi. Untuk mendapatkan endapan karet dengan kadar 61-63%
5.Homognisasi. Cream karet yang didapat dari sentriugasi dicampur dalam tangki besar, terjadi homogenisasi.
6.Pengecekan ulang stabilizer dan menjadi alergi lateks.
2.2 Lateks di Industry Pembuatan Sarung Tangan
Pembuatan sarung tangan NLR dimulai dengan panen lateks mentah, yang disadap dari pohon Hevea brasiliensis. Zat penstabil seperti amoniak dan bahan-bahan kimia lain untuk proses vulkanisasi kemudian ditambahkan pada lateks dalam proses yang disebut pencampuran (compounding). Lalu campuran ini disimpan dalam tangki sampai matang. Bermacam-macam tes kemudian dilakukan pada lateks yang sudah merupakan campuran ini sebelum diteriskan dengan proses pencelupan.
Proses pencelupan dijalankan dengan mesin yang bekerja terus-menerus angkatan demi angkatan (batch). Prosedur ini menghasilkan sarung tangan berserbuk, berklorin, bebas serbuk atau sarung tangan bebas serbuk berlapis.
Sesudah dicelupkan dan dibersihkan dalam sodium hipoklorit dan asam nitric, alat pembentuk sarung tangan yang bersih diberi zat penggumpal (koagulan), yang menyebabkan lateks mengendap pada alat pembentuk. Zat ini penting sekali untuk membentuk lapisan yang rata. Alat pembentuk sarung tangan yang tertutup dengan lapisan tipis penggumpal, kemudian dicelupkan ke dalam lateks yang sudah didinginkan. Lateks didinginkan untuk menunda terjadinya proses pra-vulkanisasi yang lebih jauh. Alat pembentuk kemudia diberi lapisan NLR yang menggumpal. Sesudah itu lapisan NLR mengalami serentetan proses pelelehan (leaching) yang pertama untuk menghilangkan sisa-sisa zat penggumpal. Sesudah proses pelelehan, lapisan tipi situ divulkanisasi di dalam oven dengan suhu antara 1200 C dan 1400 C. Proses vulkanisasi menghubung silangkan (cross-lingk) rantai polimer dengan sulfur dan tidak dapat diubah lagi. Akselerator yang ditambahkan selama fase pencampuran menambah kecepatandan efisiensi proses penyilangan. Protein lateks yang terdapat dalam sarung tangan kemudian dikurangi dengan proses yang disebut PEARL (Protein and Endogenous Allergen Reduction Leaching). Proses ini termasuk mencuci sarung tangan dalam tiga putaran: dengan air panas dan detergen selama 20 menit, disusul dengan dua kali bilas air panas masing-masing selama 20 menit. Proses ini mengurangi tingkat residu protein efektif dari 150 µg/dm2 menjadi kurang dari 50 µg/dm2. Sarung tangan lalu diuji coba untuk mengontrol mutu sebelum dikemas. Penggunaan bahan-bahan kimia dalam pembuatan sarung tangan NLR mengubah lateks dari bentuknya semula yang cair menjadi lapisan yang sangat tipis, elastic dan kuat. Akselerator adalah bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan untuk mempercepat proses pengikatan antara sulfur dan bahan sarung tangan. Sulfur digunakan untuk membantu ikatan bahan sarung tangan guna membentuk produk dengna daya rentang dan susut yang tinggi. Zat ini juga menambah kekuatan sarung tangan, memberikan integritas pada lateks selama dipakai, dan menstabilkan lateks untukpenimpanan jangka panjang. Ada tiga kelompok utama campuran kimia yang digunakan sebagai akselerator: tiarum, ditiokarbamat dan merkaptobenzotiazola (MBT).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alergi dan ikut menimbulkan resiko alergi NLR termasuk:
1.Berkali-kali sering terdedah pada lateks untuk waktu yang lama
2Kontak antara allergen dengan selaput lendir, seperti mulut hidung dan bagian saluran pernafasan
3.Masuknya allergen ke dalam system peredaran
4.Seseorang yang atopic atau alergi terhadap allergen tanaman atau makanan.
2.3 Dampak Terpapanya Lateks Bagi Pekerja
Reaksi alergi oleh protein lateks dapat terjadi melalui kontak kulit atau mukosa dan berlangsung cepat yaitu dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah penderita terpapar antigen yang ditandai gejala pembengkakan atau kulit memerah, hidung dan mata berair, kram perut, sulit bernafas, tekanan darah menurun dan pasien mengalami guncangan (anafilaksis) yang berpotensi menimbulkan kematian.
Alergi lateks dapat menyebabkan reaksi yang merugikan yaitu bila pekerja terdedah pada allerge tertentu secara langsung atau melalui inhalasi. Mekanisme alerginya adlah sebagai berikut: alergi lateks yang beredar berhubungan silang dengan reseptor Ig-E pada sel-sel mast dan melepaskan histamine dan mediator kimia lainnya. Akhirnya terdapat Respon fisiologi yakni pelepasan mediator kimia mengakibatkan vasodilasi, meningkatkannya permeabilitas pembuluh darah kapiler, leukositosis darah dan jaringan.
Gejala dan tanda-tanda klinis alergi lateks:
Efek kulit : Ruam, Urtikaria lokal dan umum
Sedangkan efek sistemiknya adalah Oedema, Rinokonjungtivitis dan asma atau pembengkakan dan gatal pada kulit yang terddah, terutama pada muka; mata gatal dan berair, hidung, gatal dan ingusan; bersin dan sulit bernafas, batuk dan nafas berbunyi, merasa pusing atau ringan kepala disebabkan oleh tekanan darah rendah.Waktu mulainya reaksi biasanya 5-30 menit sesudah kontak mula-mula, tetapi dapat terjadi dengan segera.
Penyakit kulit yang berkaitan dengan serbuk sarung tangan terutama berhubungan dengan potensi efek abrasifnya. Yang dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan, adhesi dan granuloma.
1.Dermatitis Kontak iritan disebabkan oleh efek abrasive serbuk tangan disertai iritasi yang disebabkan oleh seringnya mencuci tangan,bahan pembersih untuk mencuci tangan sebelum operasi, sabun dan detergen. Semua ini mengakibatkan benjolan keras, berkerak dan kering serta pecah-pecah horizontal pada kulit. Sepeti dermatitis gatal-gatal pada punggung tangan di bawah sarung tangan.
2.Adhesi dan granuloma terjadi jika seseorang tidak dapat meresap dan memetabolismekan tepung jagung. Adhesi adalah kumpulan jaringna berserat pada permukaan membrane tipis dan lembab (serous), yang menyebabkan selaput tersebut berhubungan dengan selaput pada permukaan atau organ yang berlawanan letaknya. Granuloma adalah sekelompok besar kelainan jaeringan tubuh yang tersendiri dan dapat dirunut ke pusatnya. Granuloma terbentuk sebagai reaksi peradangan yang disebabkan oleh agen kimia, fisik, maupun biologis.
2.4 Rekomendasi Untuk Penanganan Terhadap Alergi Lateks:
Pengendalian secara teknis, dapat dilakukan sebagai berikut:
1.Adanya fasilitas dasar untuk kebersihan diri berupa apncuran air
2.Kebersihan lingkungan tempat kerja dan pengendalian allergen atau bahan iritan lainnya yang dapat menyertai timbulnya dermatitis kontak allergen.
3.Mengurangi kontak dengan agen penyebab
4.Mengikuti suatu disiplin perawatan kulit secara teratur
Pengendalian secara Administratif
Diagnose dini penyakit akibat paparan allergen, melalui:
Pemeriksaan awal sebelum penempatan dan pemeriksaan secara berkala.
Upayakan diagnose yang pasti dan rekomendasi dari dokter berkualifikasi

Proses Penjernihan Air dengan Pretisipasi

Metode Pretisipasi
Metode presipitasi (pengendapan) merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang banyak digunakan untuk memisahkan logam berat dari limbah cair. Dalam metode presipitasi kimia dilakukan penambahan sejumlah zat kimia tertentu untuk mengubah senyawa yang mudah larut ke bentuk padatan yang tak larut (Metcalf, 1991; Long , 1995).
Tiap-tiap logam memiliki karakteristik pH optimum presipitasi tersendiri, yaitu pH pada saat logam tersebut memiliki kelarutan minimum (Eckenfelder, 1989 ; Keenan, 1991). Oleh karena itu pada limbah yangmengandung beragam logam presipitasi dilakukan secara bertahap, yaitu dengan melakukan perubahan pH pada tiap tahapannya sehingga logam-logam tersebut dapat mengendap secara bertahap (Demopoulos, 1997).
Selain digunakan untuk mengolah limbah cair industry, metode presipitasi juga dapat digunakan dalam pengolahan kesadahan pada air. Kesadahan adalah keadaan dimana suatu perairan mengandung ion - ion Ca2+ dan Mg2+. Air yang sadah perlu diolah sebelum dikonsumsi, Pengolahannya adalah dengan cara softening (penyabunan) yang terdiri dari 2 macam jenis yaitu pertukaran ion dan presipitasi. Air bawah tanah (groundwater) pada umumnya lebih sadah daripada air permukaan tanah. Kesadahan yang tinggi dapat ditemukan di daerah yang keadaan geografisnya adalah batuan berkapur contohnya di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Hal ini disebabkan CO2 yang ada didalam tanah akan melarutkan batu kapur tersebut dan batu kapur tersebut akan menguraikan ion kalsium (Ca2+). Kesadahan dinyatakan dalam satuan Meq/l (mili Equivalen per liter) atau mg/l sebagai CaCO3. derajat kesadahan di tunjukkan seperti dibawah ini
Kesadahan ( mg/L sebagai CaCO3 ) Tingkat kesadahan
1 – 75 Soft
75 – 150 Sedang
150 – 300 Sadah
> 300 Sangat sadah


Pengolahan Kesadahan
Presipitasi :
Proses kapur-soda abu
CO2 + Ca(OH)2  CaCO3 + H2O
Reaksi kalsium karbonat
Ca (HCO3)2 + Ca(OH)2  2 CaCO3 + 2 H2O
Reaksi Magnesium Karbonat
Mg (HCO3)2 + Ca(OH)2  CaCO3 + MgCO3 + 2 H2O
MgCO3 + Ca(OH)2  Mg(OH)2 + CaCO3
Magnesium Non karbonat
MgSO4 + Ca(OH)  Mg(OH)2 + CaSO4
Kalsium Non Karbonat
CaSO4 + Na2CO3  CaCO3 + Na2SO4
Kebutuhan bahan kimia.
Jenis kesadahan Kebutuhan kapur Kebutuhan soda abu
CO2 1x -
Ca karbonat 1x -
Ca – non karbonat - 1x
Mg karbonat 2x -
Mg – non karbonat 1x 1x


Variasi presipitasi proses kapur-soda abu
a. Pengolahan dengan kapur berlebih (excess-lime treatment)
Agar pengolahan berjalan optimal, terutama untuk presipitasi Magnesium, ditambahkan kapur berlebih kurang lebih sebanyak 35 mg.l CaO atau sekitar 1.25 meq/l

b. Split treatment
Sebagian air baku diolah dengan proses excess lime dan menetralisir kelebihan kapur dengan bagian dari air baku tersisa

Selasa, 08 Februari 2011

SELEKSI Pada PSDM Organisasi

Definisi Seleksi
Seleksi menurut Richard L. Daft (2002:525) merupakan serangkaian proses menentukan keahlian, kemampuan dan atribut-atribut lain dari seorang pelamar untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu.
Seleksi dilaksanakan setelah proses rekruitmen. Proses seleksi adalah serangkaian langkah yang digunakan untuk menentukan apakah seorang pelamar akan diterima atau tidak. Proses seleksi dimulai dari penerimaan lamaran dan berakhir dengan keputusan terhadap lamaran tersebut. Langkah-langkah antara proses dimulai dan proses diakhiri merupakan usaha pengkaitan antara kepentingan calon pegawai dan kepentingan organisasi (Sondang Siagian,2005)
Tujuan Seleksi
Tujuan dari proses seleksi adalah untuk memilih orang yang cocok dengan pekerjaan dan perusahaan. Pada dasarnya seleksi dilakukan untuk memberikan masukan bagi perusahaan dalam rangka mendapat karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan (Mutiara Penggabean, 2004)
Proses seleksi adalah pusat menejemen personalia (Hani Handoko, 2001). Proses seleksi pegawai merupakan salah satu bagian yang teramat penting dalam keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia. Ada dan tidaknya pegawai yang memenuhi tuntutan organisasi sangat tergantung pada cermat tidaknya proses seleksi itu dilakukan.
Input Seleksi
Para manajer personalia menggunakan proses seleksi dalam mengambi keputusan penerimaan karyawan baru. Proses seleksi tergantung pada tiga input penting yaitu:
1. Informasi analisis jabatan memberikan deskripsi jabatan, spesifikasi jabatan dan standar-standar prestasi yang disyaratkan pada setiap jabatan
2. Perencanaan sumber daya manusia. Dalam proses perencanaan ditentukan langkah-langkah dalam mengatur suplai sumber daya manusia , bagaimana mengidentifikasi kebutuhan sumber daya manusia yang dapat dipenuhi melalui suplai internal maupun melalui jalur eksternal yang menuntut pasaran kerja.
3. Rekruitmen dilaksanakan untuk memperoleh sumber daya sesuai dengan karakteristik yang diinginkan dari pelamar untuk organisasi tertentu

Faktor-Faktor Yang Harus Diperhitungkan Pada Proses Seleksi
Proses seleksi tidak mungkin dilakukan tanpa mempertimbangkan informasi tentang analisis pekerjaan karena dalam analisis pekerjaan tergambar uraian pekerjaan yang akan dilakukan, berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pegawai yang melakukan pekerjaan tersebut dan standar prestasi kerja yang harus dicapai. Rencana sumber daya manusia dan hasil rekruitmen juga merupakan faktor yang harus diperhitungkan pada proses seleksi. Artinya jenis dan sifat berbagai langkah yang harus diambil dalam proses seleksi tergantung pada hasil rekruitmen. Jika, misalnya, jumlah pelamar yang memenuhi persyaratan yang ditentukan pada proses rekruitmen jauh lebih besar dari lowongan yang tersedia, proses seleksi akan berbeda apabila jumlah pelamar yang memenuhi persyaratan tidak sesuai dengan harapan.
Manajer personalia harus menghadapi tantangan-tantangan sebagai berikut: (Siagian, 2005)
a. Penawaran Tenaga Kerja
Semakin banyak pelamar maka semakin baik bagi organisasi, karena organisasi tersebut dapat menyeleksi dengan baik, sehingga bisa didapatkan pegawai yang benar-benar memenuhi persyaratan. Namun sebaliknya apabila pelamar sedikit susah bagi organisasi untuk bisa melakukan penyeleksian pegawai dengan baik.
Hal ini bisa terjadi karena 2 faktor, yaitu:
• Karena imbalan yang rendah atau karena pekerjaannya berada di tingkat paling rendah di organisasi tersebut.
• Karena sifat pekerjaan yang membutuhkan spesialisasi tinggi, sehingga tidak banyak pelamar pekerjaan yang memiliki spesialisasi seperti itu.
Semakin besar jumlah pelamar yang “qualified” maka akan semakin mudah bagi departemen personalia untuk memilih karyawan baru yang berkualitas. Dalam kenyataannya, banyak lowongan jabatan, seperti kebutuhan manajer profesional, sangat sulit dipenuhi. Keterbatasan suplai menyebabkan organisasi tidak leluasa memilih calon karyawan terbaik. Keterbatasan suplai ini dapat diukur dengan ratio seleksi. Ratio seleksi merupakan hubungan antara jumlah pelamar yang diterima dengan jumlah pelamar yang tersedia. Ratio seleksi dapat dihitung dengan rumusan:
Ratio Seleksi:
Jumlah Pelamar Yang Diterima
Jumlah Total Pelamar.

Bila ratio seleksi kecil (misal 1:2) berarti hanya ada sedikit pelamar yang tersedia untuk dipilih dalam banyak kasus, ratio seleksi kecil juga mencerminkan rendahnya kualitas penarikan
b. Tantangan etis
Keputusan-keputusan seleksi sangat dipengaruhi oleh etika pelamar. Ada beberapa sistem penerimaan karyawan yang menggunakan istilah “sistem keluarga”. Penerimaan karyawan baru karena hubungan keluarga, pemberian komisi dari kantor penempatan kerja, atau karena suap, semuanya merupakan tantangan bagi pengelola organisasi.
Bagian personalia memiliki peranan penting dalam menentukan siapa pelamar yang diterima dan siapa yang ditolak. Organisasi pastinya juga berharap bahwa pelamar yang diterima memiliki mutu yang setinggi mungkin. Sehingga untuk menggabungkan dua hal tersebut dibutuhkan standar etika yang tinggi dari para perekrut tenaga kerja baru karena hanya dengan demikianlah tenaga-tenaga bermutu yang diterima dan dipekerjakan.
Sifat-sifat yang harus dimiliki para perekrut tenaga kerja:
• Disiplin pribadi yang tinggi
• Kejujuran yang tidak tergoyahkan
• Intregitas karakter serta obyektivitas yang rasional
Sifat-sifat diatas perlu dimiliki seseorang perekrut tenaga kerja untuk memperoleh tenaga kerja yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan organisasi, juga untuk menghindari terjadinya suap atau nepotisme.
c. Tantangan Organisasional.
Pada saat seleksi tenaga kerja, situasi internal organisasi harus dipertimbangkan juga, misalnya:
a) Alokasi anggaran untuk belanja pegawai, sehingga bisa mempengaruhi berapa banyak tenaga kerja baru yang boleh direkrut, untuk memangku jabatan apa dan melakukan pekerjaan apa.
b) Kebijakasanaan atau strategi organisasi dimasa mendatang. Contohnya apakah organisasi tersebut ingin melakukan perluasan usaha, baik produk atau wilayah kerja, sehingga nantinya memerlukan tenaga kerja baru atau tidak.
c) Apabila organisasi tersebut mempertahankan setatus quo, maka jumlah tenaga kerja baru yang diperlukan juga terbatas, karena hanya sekedar mengganti tenaga kerja lama yang sudah tidak dapat bekerja kembali.
d. Kesamaan kesempatan memperoleh pekerjaan. Praktek diskriminasi pada para pelamar pekerjaan masih sering dijumpai di berbagai negara atau masyarakat, misalnya karena warna kulit, daerah asal, atau latar belakang sosial. Biasanya praktek diskriminasi tersebut memperoleh keabsahan dalam peraturan perundang-undangan. Akan tetapi yang lebih sering terjadi adalah bahwa sebenarnya praktek diskriminasi tersebut dilarang oleh peraturan perundang-undangan namun dilakukan oleh para pimpinan organisasi tersebut. Secara etika dan moral tentunya praktek tersebut tidak dapat dibenarkan, tidak ada alas an apapun yang membenarkan tindakan dan praktek yang demikian.

Langkah-Langkah Dalam Proses Seleksi
1. Penerimaan Pendahuluan
Proses seleksi dimulai ketika calon pelamar mengadakan kunjungan ke bagian personalia perusahaan atau dengan permintaan tertulis untuk aplikasi. Bagaimana penerimaan pertama ditangani telah mulai membentuk pendapat pelamar tentang perusahaan.
2. Tes-Tes Penerimaan
Tes penerimaan berguna untuk mendapatkan informasi yang relatif objektif tentang pelamar. Tes-tes penerimaan merupakan berbagai peralatan bantu yang menilai kemungkinan padunya antara kemampuan, pengalaman kerja, dan kepribadian pelamar dan persyaratan jabatan. Agar tes dapat meloloskan para pelamar yang tepat, maka harus valid. Maksudnya bahwa skor-skor tes mempunyai hubungan yang berarti dengan prestasi-prestasi kerja. Selain valid, tes juga harus reliable. Suatu tes reliable jika memiliki konsistensi yang tinggi
Macam-macam Tes
1) Tes psikologis
Yaitu berbagai peralatan tes yang mengukur atau menguji kepribadian atau temperamen, bakat,minat atau kecerdasan dan keinginan berprestasi
a. Tes intelegensia, menguji kemampuan mental pelamar dalam hal daya pikir secara menyeluruh dan logis
b. Tes kepribadian, mengukur karakteristik-karakteristik seperti keterbukaan untuk belajar, inisiatif, tanggung jawab, kreativitas, dan stabilitas emosi
c. Tes bakat, mengukur kemampuan potensial pelamar terhadap suatu jenis pekerjaan
d. Tes minat, mengukur antusiasme pelamar terhadap suatu jenis pekerjaan
e. Tes prestasi, lebih pada kemampuan pelamar seseorang
2) Tes pengetahuan, yaitu tes yang menguji informasi atau pengetahuan yang dimiliki para pelamar.pengetahuan yang diujikan harus sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan pekerjaan
3) Performance tes, yaitu suatu bentuk tes dengan meminta pelamar melakukan beberapa bagian pekerjaan yanga akan dikerjakannya.

3. Wawancara Seleksi
Wawancara seleksi adalah percakapan formal dan mendalam yang dilakukan untuk mengevaluasikan hal dapat diterimanya atau tidak (acceptability) seorang pelamar. (Hani Handoko,2005). Interviewer mencari jawaban dua pertanyaan umum yaitu: Dapatkah pelamar melaksanakan pekerjaan dan bagaimana kemampuan pelamar dibandingkan dengan pelamar-pelamar lain.
Wawancara merupakan teknik seleksi yang paling luas digunakan. Wawancara memiliki nilai fleksibilitas tinggi, karena dapat diterapkan baik terhadap para calon karyawan manajerial atau operasional, berketrampilan tinggi atau rendah, maupun staf. Teknik wawancara juga memungkinkan pertukaran informasi dua arah.
Wawancara seleksi mempunyai dua kelemahan utama, yaitu realibilitas dan validitas (Hani Handoko, 2005). Pelaksanaan wawancara seringkali menghasilkan informasi yang bervariasi dari satu pewawancara dengan pewawancara lain. Hasil wawancara seringkali tidak sepenuhnya valid atau tidak dapat mengungkap potensi pelamar yang sebenarnya.

Tipe-tipe wawancara
Wawancara diselenggarakan dalam bentuk tatap muka antara seorang pelamar dengan seorang pewawancara. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan menyelenggarakan wawancara perkelompok, artinya seorang atau beberapa pewawancara mengadakan wawancara dengan sekelompok pelamar.
Tabel Berbagai Format Wawancara
Format Wawancara Tipe-Tipe Pertanyaan Penerapan
Tidak terstruktur (Unstructured) Sedikit, bila ada pertanyaaan pertanyaan yang disiapkan. Pertanyaan-pertanyaan dibuat selama wawancara Berguna bila pewawancara berusaha untuk membantu orang yang diwawancara memecahkan masalah-masalah pribadi atau memahami mengapa dia tidak tepat untuk suatu pekerjaan
Terstruktur (structured) Suatu daftar pertanyaan ditentukan sebelumnya, biasanya diajukan kepada semua pelamar Berguna untuk memperoleh hasil-hasil yang valid, terutama bila jumlah pelamar sangat besar
Campuran (mixed) Suatu kombinasi pertanyaan-pertanyaan terstruktur dan tidak terstruktur, yang biasanya dilakukan dalam praktik Pendekatan realistik yang menghasilkan jawaban- jawaban yang dapat diperbandingkan , dan merupakan pandangan-pandangan tajam
Pemecahan Masalah Pertanyaan- Pertanyaan yang dibatasi pada berbagai situasi hipotesis. Evaluasi dilakukan pada penyelesaian dan pendekatan yang digunakan pelamar Berguna untuk mengetahui penalaran dan kemampuan analitis di bawah kondisi stres
Stress Interview Serangkaian gertak pertanyaan-pertanyaan sengit dan cepat yang dimaksudkan untuk membuat pelamar cemas Berguna untuk pekerjaan-pekerjaan yang penuh stres serta penanganan-penanganan keluhan-keluhan

Proses Wawancara
1. Persiapan wawancara. Persiapan wawancara merupakan prosses penting, karena berhasil tidaknya wawancara diselenggarakan tergantung dpada tepat tidaknya langkah ini diambil. Pewawancara menyusun berbagai pertanyaan yang diharapkan dapat menggali informasi antara lain tentang latar belakang, minat dan sikap pelamar.
Kegiatan persiapan ini mencakup penentuan sasaran wawancara , pengembangan berbagai pertanyaan spesifik, yang akan diajukan dalam proses wawancara, penetapan tipe wawancara dan format pertanyaan, serta pengenalan awal tentang pelamar dengan mengenali blanko lamaran
2. Penciptaan keserasian hubungan. Pada saat proses wawancara, pewawancara penting untuk membuat suasana tidak tegang dan nyaman, sehingga memungkinkan pewawancara memperoleh gambaran menyeluruh dan jelas tentang potensi pelamar.
3. Pertukaran Informasi. Inti dari proses wawancara adalah pertukaran informasi, sehingga menimbulkan komunikasi dua arah. Pewawancara harus mampu mengajukan berbagai pertanyaan sedemikian rupa sehingga dapat menggali informaasi. Pelamar berhak mengajukan berbagai pertanyaan, sehingga terjadi tukar menukar informasi.
4. Mengakhiri wawancara (terminasi) apabila seluruh pertanyaan yang disiapkan telah diajukan, atau waktu hampir habis, maka pewawancara bisa menyatakan bahwa wawancara akan segera di akhiri. Teknik terpenting dalam mengakhiri wawancara adalah dengan menggunakan bahasa non verbal, seperti menarik kursi, melihat jam, atau memandang ke pintu, atau dapat pula degan menanyakan kepada pelamar apakah ada sesuatu yang ingin ditanyakan lagi.
5. Penilaian (Evaluasi). Segera setelah wawancara berakhir , pewawancara harus membuat catatan dari jawaban tertentu dan kesan umum mengenai pelamar. Untuk kepentingan penilaian, dapat digunakan daftar pengecekan (check list) yang mengandung berbagai hal seperti nama pelamar, minat yang terungkap dan latar belakang pelamar.
Pewawancara juga sebaiknya membuat daftar pendapat pewawancara terhadap si pelamar tentang:
a. Sikap pelamar terhadap organisasi
b. Sikap pelamar terhadap pimpinannya yang lama di tempat ia pernah bekerja
c. Harapan mengenai tugas pekerjaannya
d. Harapan tentabng tangga karier yang mungkin dinaikinya
e. Kesan-kesan pewawancara mengenai diri pelamar
Bagian terakhir dari daftar pengecekan itu menyangkut tindak lanjut mengenai pelamar yang baru selesai diwawancarai, bagian ini menggambarkan tiga kemungkinan, yaitu: lamaran ditolak, lamaran diterima, lamaran diterima tetapi untuk pekerjaan lain.

Kesalahan-Kesalahan Wawancara
Halo Effect
Kesalahan ini terjadi apabila pewawancara menggunakan informasi terbatas tentang pelamar untuk berprasangka dalam evaluasi terhadap karakteristik-karakteristik lain pelamar.
Leading Question
Kesalahan ini akibat pewawancara mengirimkan sinyal dengan cara memberikan arah pertanyaan-pertanyaan wawancara seperti: apakah anda akan menyenangi pekerjaan ini?
Personal Bias
Hasil prasangka pribadi pewawancara terhadap pelamar.
Dominasi Pewawancara
Jika pewawancara mendominasi untuk membesar-besarkan keberhasilan organisasi atau melakukan percakapan sosial.

4. Pemeriksaan Referensi
Salah satu langkah yang biasa diambil dalam keseluruhan proses seleksi ialah mengharuskan pelamar melengkapi dokumen lamarannya dengan surat-surat referensi. Surat-surat referensi dimaksudkan untuk melengkapi informasi tentang diri pelamar seperti kemampuan intelektual, sikap, nilai yang dianut, perilaku, dan hal-hal lain yang dipandang relevan. Secara umum terdapat dua jenis referensi. Yang pertama adalah referensi pengalaman pendidikan atau pengalaman kerja pelamar dan yang kedua referensi personal pelamar. Referensi pengalaman kerja dan pengalaman pendidikan dibutuhkan untuk mengetahui spesialisasi keahlian yang dimiliki pelamar, sedangkan referensi personal digunakan untuk mengetahui sikap dan perilaku pelamar.
Umumnya kedua referensi tersebut diserahkan secara tertulis. Kenyataan menunjukkan bahwa sangat jarang organisasi/perusahaan mendapatkan referensi tertulis yang benar hal tersebut dikarenakan surat-surat referensi itu biasanya hanya menonjolkan segi-segi positif mengenai diri pelamar. Artinya, segi-segi negatif mengenai diri pelamar sering tidak terungkap karena apabila diungkapkan maka akan memperkecil kemungkinan lamaran diterima. Padahal untuk kepentingan penempatan dan pengembangan yang bersangkutan kelak informasi tentang kelemahan seseorang perlu pula diketahui oleh perekrut. Untuk mengatasi hal tersebut organisasi melakukan cara lain yang dipandang lebih canggih untuk menggali informasi yang diperlukan, yaitu pelamar diminta memberikan beberapa nama yang menjadi referensinya dan perekrutlah yang menghubungi orang-orang tersebut secara langsung, misalnya melalui telepon. Seorang perekrut yang sudah berpengalaman biasanya dapat menarik kesimpulan yang cukup tepat tentang informasi yang diperolehnya, misalnya dengan interpretasi tentang cara orang yang memberi informasi tersebut menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu, apakah spontan, ragu-ragu, nada suara dan sebagainya.
Permintaan informasi referensi dari orang-orang tertentu merupakan usaha yang sistematik untuk mengetahui lebih mendalam tentang latar belakang seorang pelamar. Pentingnya pengetahuan tentang latar belakang tersebut berbeda dari seorang pelamar ke pelamar lain, tergantung pada jabatan yang akan dipangkunya dan tugas pekerjaan yang akan dipercayakan kepadanya.

5. Evaluasi medis
Proses seleksi juga mencakup pemeriksaan kesehatan pelamar sebelum keputusan penerimaan karyawab dibuat. Langkah ini dilakukan untuk menjamin bahwa pelamar berada dalam kondisi fisik yang sehat. Dua cara umum yang ditempuh dalam proses ini. Pertama, pelamar diminta melampirkan surat keterangan dari dokter. Tetapi karena surat keterangan demikian bersifat umum, ada kalanya organisasi menempuh cara kedua, yaitu melakukan sendiri evaluasi medis dengan mengharuskan pelamar menjalani tes kesehatan menyeluruh di tempat pemeriksaan dan oleh dokter yang ditunjuk oleh organisasi.
Berbagai tujuan yang ingin dicapai dengan evaluasi medis seperti ini, antara lain:
a. Menjamin bahwa pelamar tidak menderita suatu penyakit yang berbahaya, kronis atau menular.
b. Memperoleh informasi apakah fisik pelamar mampu menghadapi tantangan pekerjaan.
c. Meperoleh gambaran tentang tinggi-rendahnya premi asuransi yang harus dibayar.

6. Wawancara atasan langsung
Atasan langsung (penyelia) pada akhirnya merupakan orang yang bertanggungjawab atas para karyawan baru yang diterima. Oleh karena itu, pendapat dan persetujuan mereka harus diperhatikan untuk keputusan penerimaan final. Penyelia sering mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi kecakapan teknis pelamar dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pelamar tentang pekerjaan tertentu secara lebih tepat. Atas dasar ini banyak organisasi yang memberikan wewenang kepada penyelia untuk mengambil keputusan penerimaan final.
Komitmen para penyelia pada umumnya akan semakin besar bila mereka diajak berpartisipasi dalam proses seleksi. Partisipasi mereka paling baik diperoleh melalui supervisory interview. Dengan mengajukan serangkaian pertanyaan, penyelia menilai kecakapan teknis, potensi, kesediaan bekerjasama, dan seluruh kecocokan pelamar. Wawancara ini berguna sebagai suatu cara efektif untuk meminimumkan pertukaran karyawan, karena karyawan telah dapat memahami perusahaan dan pekerjaannya sebelum mereka mengambil keputusan untuk bekerja pada perusahaan.

7. Keputusan penerimaan
Keputusan penerimaan menandai berakhirnya proses seleksi. Keputusan penerimaan diambil oleh atasan langsung atau departement personalia Dari sudut pandangan hubungan masyarakat (public relations), para pelamar lain yang tidak terpilih harus diberitahu hal ini untuk menjaga citra positif organisasi dan mereka yang di tolak bisa melamar ke tempat lain.
Departemen personalia dapat mempertimbangkan lagi para pelamar yang ditolak untuk lowongan-lowongan pekerjaan lainnya karena mereka telah melewati berbagai macam tahap proses seleksi.
Seluruh dokumen lamaran dari pelamar yang di terima, perlu di simpan dengan baik dan rapi karena semua informasi yang ada akan berguna untuk kemudian hari dalam membina dan mengarahkan karir pegawai yang bersangkutan.

Hasil Seleksi dan Umpan Balik
Hasil akhir dari proses seleksi adalah orang yang diterima sebagai karyawan baru. Bila input seleksi diperhatikan dengan baik dan keseluruhan proses seleksi dilaksanakan dengan benar, maka karyawan hasil seleksi merupakan karyawan yang produktif. Untuk mengevaluasi proses seleksi maupun karyawan baru diperlukan umpan balik. Umpan balik tersebut dapat berupa absensi, prestasi kerja, atau sikap penyelia.

DAFTAR PUSTAKA:
Daft, Richard. L. 2002. MANAJEMEN. Jakarta: Penerbit Erlangga
Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: UGM
Panggabean, Mutiara S. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia
Siagian, Sondang P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara